Sep 30, 2009

Sebelum Mereka Pergi...

Beberapa jam yang lalu, aku mendapat sebuah kabar duka. Adik temanku baru saja meninggalkan kehidupan fana ini selamanya. Dengar-dengar, ia mengalami kecelakaan kemarin. Temanku ini bukan merupakan teman yang sangat dekat. Jadi aku belum tahu info lengkapnya karena aku belum melayat. Aku tidak tahu berapa umur adiknya dan bagaimana kronologi ceritanya.

Tapi perasaan ini lagi-lagi datang. Setiap kali mendengar ada anak muda yang meninggal dunia terutama secara tiba-tiba, aku menjadi takut. Bukan takut karena aku bisa jadi mengalami hal yang sama (aku yakin waktu dan tempat terakhir kita sudah dituliskan di agenda Tuhan). Tetapi aku takut aku mengulangi kesalahan yang sama seperti dulu.
Aku akan membuat sebuah pengakuan. Dulu, aku pernah merasa tidak suka dengan beberapa orang. Bukan dalam arti bermusuhan, aku jarang memiliki musuh. Tetapi hanya sekedar tidak suka melihat penampilan, bawaan diri, atau sikapnya. Ya, aku tahu itu perbuatan bodoh, melihat dan menilai orang hanya dari luarnya saja. Sibuk dengan pikiran-pikiran negatif tentang orang lain, sementara orang tersebut tidak tahu menahu dengan apa yang ada di otakku.

Cara mudah mempercepat munculnya kerutan di wajahku yang dulu sering aku lakukan. Tapi pemikiran-pemikiran jelek tersebut tidak berlangsung lama dikepalaku. Karena akhirnya aku sadar bahwa apa yang aku lakukan salah, dan aku sangat menyesalinya. Tapi sayang, aku terlambat. Aku berhasil menyesal dengan cepat karena mereka telah mendahuluiku untuk menghadap penciptaNya. Aku bahkan belum sempat meminta maaf pada mereka. Walaupun mungkin aku tidak pernah membicarakan jeleknya isi kepalaku tentang mereka kepada siapapun. Atau...bisa jadi pernah, entahlah. Namun tetap saja aku tidak mempunyai hak sama sekali menilai buruk tentang mereka padahal aku belum benar-benar mengenal mereka luar dalam.

Aku bingung harus bersyukur atau bagaimana. Tapi setidaknya Tuhan tidak membiarkanku berlama-lama dalam kebodohan seperti itu. Menyadarkanku dengan hentakan keras bahwa aku salah. Bahwa tidak ada manusia yang sempurna. Bahwa kita sendiri belum tentu lebih baik dari orang-orang yang kita nilai buruk.

Sejak saat itu, aku sering berjanji untuk tidak pernah menilai seseorang hanya dari luarnya saja. Untuk bisa lebih menghargai sesama manusia apapun statusnya. Dan sejak aku kehilangan adik semata wayangku, akupun berjanji akan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk membahagiakan orang-orang disekitarku. Bersikap manis pada orang tua, menghindari pertengkaran dengan teman-teman, membantu saudara, and always think positive. Tapi ternyata.... aku belum berhasil juga.

Pernah tidak kamu membayangkan orang tuamu, saudara, teman dekat, atau kekasihmu meninggal secara tiba-tiba? Padahal sehari yang lalu kamu baru saja bertengkar hebat dengan mereka, baru saja mengecewakan mereka, baru saja berkata kasar pada mereka, baru saja menolak membantu mereka. Sementara kamu sama sekali belum sempat meminta maaf. Kurasa ini adalah salah satu petunjuk mengapa kita harus menganggap hari ini adalah hari terakhir kita. Ya, ini agar kita tidak mempunyai kesempatan sekecil apapun untuk berkelakuan buruk. Tapi sayang selama ini kita terlalu percaya diri ya? Menganggap diri masih muda dan masih punya banyak waktu.

Cukuplah pengalamanku menjadi pelajaran bagi kita untuk bisa mengahargai orang-orang disekitar. Berhubung kita tidak mendapatkan bocoran dari agenda Tuhan, sudah seharusnya kita bisa mengisi 24 jam per hari hidup kita hanya dengan hal-hal baik. Aku tahu benar ini berat, berkali-kali aku mencoba tetapi selalu tergoda dengan rayuan-rayuan bodoh pikiranku sendiri. Tapi setidaknya, hari ini Allah lagi-lagi mengingatkanku untuk kembali membersihkan hati dan pikiranku dari semua lumpur-lumpur kotor yang sudah sekian lama mengendap. Mudah-mudahan kali ini bisa berlangsung lama. Tetap bersih tanpa harus di ingatkan dengan hentakan keras seperti ini lagi.

Ps: Untuk adik temanku, semoga kamu bisa tenang di rumahmu yang baru dan saat ini sedang dalam keadaan berbahagia menghadapNya.Dan untuk temanku, aku mengerti benar posisimu saat ini karena aku juga sudah mengalami. Percayalah, tanggal, hari, dan tempat sudah sejak lama mereka sepakati. Sudah ditullis dan penanya sudah kering, tidak dapat dihapus lagi. Sudah ditanda tangani tanpa perlu materai Rp.6000. Kita hanya pihak luar yang ditinggal. Teman, hanya dengan ikhlas ia dapat pergi dengan tenang, dan dengan ikhlas kita rela membiarkannya pergi dengan iringan do'a yang tiada henti.

2 comments:

Anonymous said...

Dari pengalamanku, yang paling bikin nyesal sampai saat ini, bukan karena pikiran jelek terhadapnya, tapi dari perasaan aku belum cukup kenal dia.

Dan ketakutanku yang sekarang: Apa aku sudah cukup mengenal orang2 yang aku cintai?

Apakah kita tau, apa orang tua kita benar2 bahagia dalam hidupnya, teman2 kita benar2 seriang itu.... pribadi2 yang penting buat kita, tapi belum terlalu kita kenal.

Kalau kita sudah bebas dari perasaan jelek terhadap orang lain, coba kenali dia, karena kalau dia pergi nanti, banyak yang bisa kita ingat sambil tersenyum. Tidak seperti aku sekarang, selalu berkata "i wish, i really wish, i knew him more."

ps: ini juga tugas berat.

Zora said...

yup..bener... itu bnr2 tugas berat..
wlupun udah kenal seumur hidup sama org2 yg kita sayang.. blun tentu kita udah bnr2 kenal sm dia ya..