Nov 9, 2009

Saya AIDS...

"Bangsa kita bisa jadi dipenuhi manusia-manusia yang mengidap penyakit ini.
Ada yang menyingkatnya dengan AIDS (Arogan, Iri, Dengki, Serakah).
Itu Sebabnya MASALAH Kita Tak Kunjung Usai.
Tapi Daripada Melihat Orang Lain,
MARILAH KITA MELIHAT DIRI KITA SENDIRI.
Karena,
BUKAN MUSTAHIL Kita pun "TERINFEKSI'' Penyakit AIDS ini."
(http://titah-motivasihatinurani.blogspot.com/2009/07/penyakit-aids.html)
-----------------

*Tulisan ini ditulis dalam konteks daerah Aceh"

P: "Saya AIDS dok".
D: "Oh ok.. silahkan tiduran".
P: "Dokter gak takut dengan saya?"
D: "Enggak. Kenapa harus takut? Malah saya yang bingung. Kenapa kama mau jujur, biasa orang-orang disini enggan untuk mengakui".
P: "Oh, ya gak bisa. Kalau saya gak bilang malah bisa lebih bahaya. Gimana kalau tiba-tiba saya berdarah dan dokter ada luka? Dokter bisa tertular".

Itu adalah petikan pembicaraan antara seorang pasien dengan seorang dokter umum diruang prakteknya. Sang pasien merupakan seorang warga negara asing berkulit hitam yang merupakan ODHA positif. Dari pembicaraan itu, apa kita harus salut dengan sang dokter karena cukup berani menghadapi ODHA? Uhhhmmm...sepertinya gak juga.
Bukannya sudah seperti itulah seharusnya seorang Dokter? Dia cukup tau teori dan praktek mengenai hal-hal apa saja yang bisa menularkan virus HIV. Kalau ada dokter yang menolak seorang pasien AIDS, itu baru patut dipertanyakan. Mungkin ada masalah dalam perjalannya menuju titel Dr yang mengawali namanya. Kalau ada jempol yang harus diangkat dalam masalah ini tentu saja dipersembahkan untuk sang pasien expats. Wajar rasanya sang Dokter bingung kenapa pasien ini berani mengaku, padahal biasanya ODHA masih sangat tertutup, takut dan malu mengakui bahwa ia AIDS.

Dulu, masyarakat Aceh boleh bangga dan tenang dengan 0 kasus AIDS di provinsi ini. Tapi mau tidak mau, suka tidak suka kita tidak bisa menutup mata untuk 40 lebih kasus HIV/AIDS positif yang muncul dipermukaan hingga tahun ini. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) sendiri mempunyai misi "keterbukaan ODHA" ditahun ini. Yah, mungkin hingga suatu saat nanti semua ODHA bisa terbuka dan mengakui dengan tenang seperti pasien diatas tadi.

Jujur aku pesimis untuk keberhasilan ini. Mana mungkin akan berhasil kalau kita (orang-orang yang masih beruntung ini karena tidak mengalami hal yang sama dan bukan berarti memiliki jaminan keberuntungan itu selama seumur hidup) masih terus mendiskriminasikan mereka. Coba bayangkan, mereka hanya 40an lebih diantara 4,6 juta orang penduduk Aceh. Mereka minoritas. Mereka sudah dibebankan dengan penyakit yang hingga saat ini belum ada obatnya dan bahkan para peneliti sudah memeras otak untuk itu. Mereka harus berkonsentrasi untuk menjaga kekebelan tubuh agar tidak semakin parah. Mereka harus meningkatkan kualitas hidup agar setidaknya bisa bertahan lebih lama. Masih haruskah kita menyibukkan mereka menghadapi cemoohan dan stigma-stigma 'bodoh" dari kita? Gak cukup mencemooh, bahkan gak sedikit dari kita ketakutan saat satu ruangan dengan mereka. Oh...ayolah, bukannya kita cukup berpendidikan untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang salah mengenai HIV/AIDS ini? Kita tau benar kita tidak akan tertular hanya dengan berdekatan, makan bareng, bersalaman, berpelukan bahkan kissing sekalipun. Jadi kenapa kita harus sombong dengan keberuntungan kita ini? Mengapa ODHA jadi begitu hina dimata kita? Menjadi seperti itu juga bukan pilihan mereka kok. Bisa jadi mereka orang-orang yang sama sekali tidak bersalah dan hanya menjadi korban dari "ketidak jujuran" ODHA yang lain karena malu untuk mengakui. Jadi sebenarnya sikap baik kita dengan tidak mendiskriminasikan mereka juga menguntungkan kita, menyelamatkan kita semua.

Kalau KPA ingin berhasil dengan 'keterbukaan" tersebut, target sasarannya bukan ODHA itu sendiri. Tetapi yang harus dibenahi adalah pola pikir masyarakat akan stigma buruk ODHA. Jika awereness itu muncul dari masyarakat dan diskriminasipun hilang, seorang ODHA pasti tidak akan sulit lagi berkata "Saya AIDS".

Nanti ditanggal 1 Desember, kita akan melihat banyak pemandangan yang menggambarkan begitu banyaknya pihak-pihak dan lembaga-lembaga yang peduli akan masalah ini. Semoga sosialisi dan semua kegiatan yang diadakan, benar tulus untuk mencapai target mulia itu. Bukan hanya sekedar "topeng" untuk menutupi muka buruk sebuah "proyek" belaka.

3 comments:

Irna said...

:)
itulah yang seharusnya dilakukan oleh seorang dokter..

irna pernah baca di majalah "BOBO" (tetep yeee...) duluuuu bgt,, disitu diceritain ada dokter yang mau2nya pergi ke tempat pengungsian orang2 yang mengidap penyakit kusta.. dia bukan cuma datang berkunjung,, tapi beneran tinggal disana untuk mengobati pasien2 itu sampai akhirnya dia ikut tertular penyakit itu dan hidup selamanya dengan orang2 yang ada di pengungsian... mulia bgt yaaaa apa yang dia lakukan.... :)

Zora said...

Huhu..
Hebaaatt... Negara kita emang perlu generasi2 kaya gitu ya.. cie cie cieee.. sok serius nih..
Uhm,,soal dokter itu kayanya yang sempat masuk kick andy bukan sih neng? kaya pernah dengar ceritanya..

Btw..teteuppp bobo ya bow..

Irna said...

heeeey.. itu ceritanya bukan di Indonesia.. tapi di Vietnam kalo ga salah.. waktu baru2 ada penyakit kusta dan semua orang yg kena penyakit ni langsung diungsikan...

ga pernah masuk kick andy kayaknya kak,, secara udah jadul mampuuus.. hehehe.. ;p